WARTAKATA.ID, BANTAENG — Meski Indra Jaya tak mewakili potret seluruh masyarakat Kabupaten Bantaeng, Provinsi Sulawesi Selatan. Namun, kisah Indra Jaya alias Tyson adalah gambar wajah ekonomi warga Bantaeng pasca PT Huadi Nickel Alloy Indonesia (HNAI) beroperasi.
Lulusan Madrasah Aliyah ini lahir dari keluarga yang berada di bawah garis kemiskinan. Nama panggilan Tyson muncul karena wajah semasa kecil mirip Mike Tyson, petinju legendaris digelari Si Leher Beton.
Rumahnya tak lebih dari anyaman seng bekas sudah berkarat. Bahkan rumah itu berdiri di tanah milik orang lain. Bapaknya hanya pekerja serabutan membuka bengkel tambal ban ala kadarnya. “Pemasukan utamanya keluargaku dari bengkel ji’,” ungkapnya.
Agar bisa mendapatkan pemasukan tambahan, pekerjaan menambal ban lalu diambil alih oleh ibunya. Sementara bapaknya mencari pekerjaan tambahan sebagai pembajak sawah saat musim tanam padi. Ia menjadi juru traktor milik orang lain dengan bayaran dibagi dua dengan si pemilik traktor. Kemudian mengembalakan sapi milik orang lain. Upaya ini dilakukan untuk bisa membuat dapur tetap mengepul.
Paska menamatkan sekolah di tingkat menengah atas, Tyson hanya menganggur. Aktivitasnya nongkrong layak kebanyakan pemuda tanggung sebayanya. Ia malah dicap sebagai beban keluarga oleh masyarakat setempat. Ia acapkali dibanding-bandingkan dengan kakaknya bersekolah lebih tinggi darinya.
“Saya pernah diusir sama mamaku dari rumah karena pas tamat sekolah tidak ada mau kukerja. Cuma mau nganggur saja. Jadi lari ma’ ke Makassar,” terangnya.
Di Makassar, ia hanya bertekad mampu menemukan pekerjaan lalu bisa bertahan hidup tanpa bergantung pada orang tua. Namun, rupanya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Berkali-kali ia harus menelan pil pahit. Lamarannya di beberapa minimarket ditolak mentah-mentah.
Situasi tersebut membuatnya pusing tujuh keliling. Apalagi di Makassar ia hanya menumpang di rumah teman yang kuliah di Makassar. “Saya tidak bisa lupa itu, tiga hari ka di Makassar, tidak ada uang kupegang. Biar seratus rupiah,” pungkasnya.
Namun ia tidak berhenti meratapi keadaan. Ia akhirnya bisa bekerja di tempat pembuatan paving. Namun, tidak genap sebulan, ia memutuskan berhenti. Di tengah deraan rasa bersalah, rupanya orang tuanya masih menaruh harap pada anak laki-lakinya itu.
Ibunya akhirnya luluh, memintanya untuk pulang ke rumah. Ia kemudian memutuskan pulang ke Bantaeng. Di kampungnya, ia mendapatkan kabar dari orang tuanya salah satu teman masa kecilnya telah bekerja di Huadi Group. Ia pun memantapkan hatinya untuk mencoba peruntungannya masuk ke perusahaan smelter tersebut.
“Saya tiga kali masukkan lamaran baru diterima. Yang pertama, saya sudah sampai proses training tapi hari kedua terlambat ka datang jadi ditolak ka. Yang ketiga pi’ baru diterima,” cerita lelaki asal Beloparang Bantaeng itu.
Ia akhirnya diterima bekerja di HNAI atau Huadi Group September 2021 silam. Sebelumnya, tak pernah tersirat sedikit pun untuk bermimpi memiliki kehidupan lebih baik. Cukup bisa makan minum sehari-hari dan melanjutkan hidup esok hari sudah berkah luar biasa. Pun keluarganya, tak banyak diharapkan dari anak lelakinya itu.
“Pas saya dapat gaji pertama, antara mau ka nangis dan senyum-senyum sendiri. Tidak pernah ka’ bayangkan pegang uang sebanyak itu. Waktu kerja sebagai pembuat paving gajinya hanya ratusan ribu, itu pun sudah bersyukur sekali ma’,” ungkapnya dengan mata berbinar-binar.
Tyson mengakui dirinya sempat kalap ketika menerima gaji pertama. “Saya kaget waktu itu karena dapat uang sebanyak itu. Tidak pernah pa’ pegang uang sebanyak itu, jadi kubelanja sendiri,” tuturnya.
Tiga bulan ia bekerja, Tyson menyadari ada orang tua selalu mendoakan yang terbaik untuknya. Ia pun akhirnya memberikan sebagian gajinya kepada orang tua. Selain itu, ia mulai menabung karena ingin membeli kendaraan untuk dikendarai ke tempat kerja. “Selama ini pakai motor keluarga, jadi kalau kupakai kerja, mereka tidak bisa ke mana-mana,” katanya.
Tak bisa dipungkiri, keberadaan Huadi Group di Bantaeng memberikan mimpi baru bagi sebagian besar masyarakat. Tyson seperti kebanyakan pemuda sebayanya perlahan namun pasti mulai punya tujuan hidup. Mereka sudah berani merangkai mimpi. Apalagi sejak Tyson diterima sebagai karyawan di Huadi Group.
Hidupnya kini berangsur membaik. Ia menjelma menjadi tulang punggung kebanggaan keluarga. Hasil kerja kerasnya selama di Huadi telah mampu memberikan kesempatan hidup yang lebih baik. Ia bahkan telah membeli sepetak tanah, tak jauh dari tempat tinggalnya saat ini. Ia dan keluarganya perlahan membangun tempat tinggal yang lebih layak di tanah milik sendiri.
“Itu hari bapakku bilang kalau ada tanah di situ mau dijual, tapi tidak cukup uangku. Kebetulan dia ambil kredit di bank, jadi bilangka tambahmi untuk beli tanah, nanti saya bayarki tiap bulan,” pungkasnya.
Tyson membayangkan bagaimana hidupnya jika ia tidak menjadi bagian dari Huadi Group. “Mungkin saya cuma jadi buruh bangunan atau kernet mobil saja,” tuturnya.
Apalagi menurutnya bekerja di Huadi Group, tidak hanya memperbaiki perekonomiannya saja. Ia juga mendapatkan tambahan skill karena selalu ada pelatihan saat akan memulai pekerjaan di posisi baru. (*)