WARTAKATA.ID, MAKASSAR – Dalam kurun waktu dua tahun terakhir, Kota Mamuju Provinsi Sulawesi Barat dan sekitarnya dilanda gempa bumi yang mengakibatkan kerusakan cukup berat.
Lembaga Pusat Studi Gempa Sulawesi (PSGS) mendorong pemenuhan mitigasi sebagai langkah pemerintah meminimalkan dampak gempa susulan.
Direktur PSGS, Ardy Arsyad mengaku gelisah karena mitigasi di wilayah tersebut tidak seperti tidak seperti kota lainnya. Apalagi Mamuju merupakan daerah yang aktif gempa.
“Kegelisahan kami adalah mitigasinya, keliatan Kota Mamuju rusak berat akibat gempa pada 2021. Untuk itu kita mendorong agar cepat diintensifkan,” ujar Ardy, dikutip dari ANTARA.
Berdasarkan penelitian, lanjut Peneliti gempa Universitas Hasanuddin itu menyebut Mamuju memiliki sejarah bencana kegempaan yang cukup panjang, mulai sejak tahun 1967, 1969, 1972, 1984, 1985, 2012, 2021 dan tahun 2022.
Pada 15 Januari 2021 tercatat 108 korban jiwa dan ratusan rumah serta fasilitas umum mengalami rusak parah atas gempa berkekuatan 6,2 magnitudo menghantam Sulbar.
Terakhir pada 8 Juni 2022 gempa dengan kekuatan 5,8 magnitudo kembali melanda, dampaknya puluhan korban luka disertai kerusakan sejumlah bangunan.
Olehnya Ardy dengan peristiwa yang terjadi selama ini telah menunjukkan indikasi kerentanan wilayah Sulbar terhadap bahaya akan gempa. Apalgi, posisi kota relatif cukup dekat dengan sesar Selat Makassar
Berdasarkan estimasi secara deterministic, akselerasi gempa di Kota Mamuju bisa mencapai 0.41g, dan secara probabilistic mencapai 0.35g untuk periode ulang 200 tahun dan 0.46g untuk periode ulang 500 tahun akan datang.
Ardy juga mengklaim bahwa saat ini Kota Mamuju dan wilayah sekitarnya telah masuk dalam peta zona merah kerawanan gempa, walaupun sebelumnya pada tahun 2002 atau 20 tahun lalu masih masuk peta hijau seperti dengan Kota Makassar.
“Mamuju itu kota warna merah yang hampir sama dengan Palu. Persoalannya, banyak gedung yang dulu dibangun masih menggunakan hitungan kota aman gempa, tapi kenyataannya sekarang tidak aman, banyak bangunan miring usai gempa,” jelasnya
Berkaca dari hal itu pihak PSGS mendorong pemerintah pusat dan daerah agar melakukan penguatan mitigasi bencana yang secara sistematis
“Juga membuat aturan baru tentang pembangunan rumah dan tahan gempa, termasuk edukasi evakuasi dan teknik melindungi diri kepada masyarakat secara masif,” ungkapnya.
Ardy pun menjelaskan, dari penelitian di wilayah Mamuju, kondisi tanahnya berada di daerah endapan sendimen dipenuhi air, begitu getaran kecil naik ke atas maka akan cenderung memperbesar gelombang gempanya, berbeda kalau tanahnya berbatu maka tidak besar gelombangnya.
“Harusnya pemerintah daerah dan pusat mempunyai mitigasi yang baik, karena ini ibukota provinsi harus dipersiapkan kondisi ke depan lebih aman. Sangat disayangkan, kejadian sudah dua kali. Kita ingin penanganan di Mamuju sama di Palu harus intensif,” pungkasnya. (*)