Oleh : MUHAMMAD ARDI, M.Kep., Ns.Sp.Kep.M.B
Mahasiswa Program Doktoral Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
WARTAKATA.ID – Masa Pandemi Covid 19 telah mengakselerasi transformasi digital di berbagai aspek kehidupan, termasuk di sektor pendidikan.
Teknologi digital telah banyak membantu proses pendidikan, tetapi juga menimbulkan dilema lain, diantaranya pemahaman bahwa dalam dunia digital tidak tersentuh oleh aturan nilai dan moral.
Institusi pendidikan yang bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa, harus menjadi pelopor dalam meningkatkan pemahaman literasi digital.
Mahasiswa merupakan pelaku dalam pergerakan pembaharuan atau agent of change, generasi penerus, calon pemimpin, adalah aset bangsa yang dituntut untuk mampu menunjukkan kualitas dirinya.
Selain dituntut mempunyai keterampilan dan keahlian tertentu (hard skill), mahasiswa harus memiliki soft skill yang baik. Etika dalam pembelajaran merupakan salah satu komponen soft skill yang harus dimiliki mahasiswa.
Berbagai permasalahan etika yang terjadi pada mahasiswa di era digital salah satu bukti bahwa pemahaman tentang literasi digital masih perlu ditingkatkan.
Beberapa kasus yang dilakukan oleh mahasiswa yang terekam di media sosial menunjukkan kurangnya etika dan perilaku profesional seperti tidur, hanya menampilkan foto profil saat kuliah, mengunggah curhatan saat melakukan tindakan yang seharusnya bersifat privasi bahkan melakukan tindakan tidak senonoh yang tertangkap layar saat perkuliahan online. Perilaku tersebut bahkan viral di berbagai platform media sosial.
Tindakan tersebut sangat bertentangan dengan aturan perundang-undangan untuk memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi, menyebarkan informasi melalui elektronik dengan tetap memperhatikan nilai-nilai agama, kesusilaan, ketertiban, kepentingan umum, dan keutuhan bangsa.
Bukan hanya perilaku profesional tetapi etika berkomunikasi juga perlu menjadi perhatian. Pembelajaran yang biasanya dilakukan secara tatap muka berubah melalui pembelajaran dengan menggunakan media komunikasi virtual.
Adaptasi dalam pembelajaran daring membutuhkan pola komunikasi yang baru dimana tidak semua peserta didik mampu menghadapi masalah-masalah komunikasi dan budaya yang ditimbulkan. Selain itu, komunikasi dalam hal pembelajaran daring sering kali di intervensi oleh gangguan teknis yang sering memunculkan miskomunikasi pada orang – orang yang terlibat.
Kemajuan tekhnologi tidak hanya mempengaruhi perilaku profesional dan etika berkomunikasi tetapi peluang untuk melakukan plagiarism semakin terbuka lebar.
Mahasiswa dapat mengakses begitu banyak sumber dari internet dalam waktu yang singkat. Kebiasaan meng-copy paste oleh sebagian mahasiswa mungkin dianggap bukanlah masalah yang serius. Sebagian besar plagiarism yang terjadi karena kurangnya pemahaman dalam melakukan pengutipan dan penulisan sumber kepustakaan.
Masalah perilaku profesional, etika komunikasi dan plagiarism yang masih kadang terjadi perlu disikapi secara bersama-sama untuk menciptakan generasi yang berkualitas yang tidak hanya memiliki keahlian tertentu tetapi juga berakhlak baik.
Selain aturan perundang-undangan yang sudah ada, Institusi Pendidikan telah membuat aturan dan pedoman tentang etika termasuk etika berkomunikasi di media sosial serta panduan anti plagiarism, namun perlu dukungan dan partisipasi aktif dari seluruh sivitas akademik.
Sosialisasi tentang aturan yang ada perlu dilakukan secara berkala, dosen diharapkan selalu mengingatkan mahasiswa untuk memperhatikan dan mempraktikkan etika digital.
Sebagai mahasiswa tentunya harus mematuhi norma masyarakat, aturan, dan tata tertib yang ada. Mahasiswa juga perlu mengetahui, memahami dan mengamalkan etika profesi saat memberikan pelayanan pada masyarakat.
Tak kalah penting, mahasiswa sebaiknya cerdas menggunakan media sosial dengan menjaga etika dan sopan santun dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar (teman, dosen dan masyarakat), menghindari kata-kata yang tidak sopan dan mengandung SARA, serta mengunggah konten positif yang kreatif. (*)